DENPASAR, GLOBALONE.ID – Joao Meco, Penasehat Hukum tersangka Indy Arisandi Lumbantobing tersangka yang berkasnya diyatakan P-21 dan dilimpahkan Kejaksaan Negeri Denpasar pada Senin (29/7/2024) ketika ditemui di Denpasar mengatakan bahwa kasus yang melibatkan Indy ini diduga kuat penuh dengan rekayasa yang dilakukan oleh aparat penyidik di Polresta Denpasar.
“Sejak awal sudah saya katakan kasus ini tidak layak disidik, karena Indy hanyalah korban yang diduga dilakukan oleh pemilik perusahaan PT. Bali Genta Damai, Nicholas John Hyam bersama penyidik di Polresta Denpasar. Kalau toh akan terus berlanjut ke Pengadilan, tetap kita akan hadapi,” ujar Joao Meco.
“Kalau kita soroti dari aspek hukum, dari pasal yang dituduhkan kepada Indy, sungguh kita lihat bahwa kasus ini murni rekayasa. Kasus ini adalah pesanan dari seseorang yang kita sudah tahu pasti adalah Nicholas. Menurut saya, Nicholas telah menggunakan tangan oknum aparat untuk melampiaskan kemarahannya, melampiaskan dendamnya,” ujarnya.
Joao melanjutkan Rekayasa itu diketahui dari beberapa kejanggalan. Pertama, dari pasalnya, pelaporan itu tidak memiliki pasal yang jelas. Bagaimana mungkin kasus ini sudah ada somasi dari seseorang yang namanya Bayu. Bayu dapat perkara itu dari mana. Diduga kuat, orang yang bernama Bayu itu sudah berinteraksi intensif dengan Nicholas John Hyam. Ini ada satu kolaborasi yang disetting sedemikian rupa untuk mengkriminalkan Indy. Kemudian dalam KUHAP, sudah mengatur bahwa penyelidikan dan penyidikan itu adalah satu rangkaian. Sementara dalam kasus ini aneh. Penyelidikan dilakukan atau dilaksanakan atas pengaduan orang lain, tetapi kemudian laporannya oleh orang lain. Itu rekayasa pertama.
Kedua, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) oleh penyidik Polresta Denpasar. Dalam SPDP, setelah berkoordinasi dengan Jaksa, pasal yang dikenakan adalah pasal 372. Tetapi ketika ditetapkan menjadi tersangka itu ada pasal lain yakni pasal 374. Dua pasal ini sengaja diatur-atur supaya bisa di-P21-kan. Jadi ini adalah rekayasa dan kalau ada tindak pidananya sudah teridentifikasi dengan jelas pada waktu penyelidikan dinaikkan menjadi penyidikan. SPDP yang dinaikkan ke kejaksaan sudah ada pasalnya. SPDP nya dikirim ke Kejaksaan pasal tersebut sudah ada. Namun ketika penyerahan tahap kedua, ada lagi pasal baru. Ini patut diduga ada rekayasa dan diduga orang di belakang kasus ini adalah Nicholas John Hyam.
Atas kasus ini, Indy melalui kuasa hukumnya melaporkan tim penyidik Polresta Denpasar ke Propam Polda Bali. Laporan pertama dilayangkan pada tanggal 18 Juli 2024. Hal ini dibuktikan dengan surat tanda penerimaan pengaduan Nomor: STPL/09/VII/2024/SPP yang diterima oleh Bripka I Kadek Budi Prihatin dan ditandatangani oleh Kasubagyanduan BidPropam Polda Bali Kompol I Made Adhiguna.
Kemudian pada tanggal 24 Juli 2024, Indy juga memasukan surat permohonan perlindungan hukum ke Propam Polda Bali atas dugaan ketidakprofesionalan AKP Nengah Seven Sampeyan dkk, selaku penyidik Satreskrim Polresta Denpasar dan keberatan atas penetapan tersangka terkait laporan polisi Nomor; LP/B/192/XI/2023/SPKT/Satreskrim POLRESTA DPS/POLDA BALI, tanggal 23 November 2023.
Kasus ini berawal pada tahun 2019, dimana seorang tamu bernama Nienke Mariet Bendera, seorang customer yang melakukan pemesanan Villa Serenity dan Marika Sawah melalui Bali Villas HVR dengan membayar deposit sebesar Rp46.892.042. Nienke pesan untuk tanggal 18-21 April 2020. Pembayaran dilakukan melalui dompet digital DOKU dan diterima oleh PT. Bali Genta Damai. Pembayaran kepada pemilik villa dilakukan oleh John Hyam, pemilik Bali Villas HVR. Indy merupakan sekretaris John Hyam. Karena pandemi COVID-19 pada tahun 2020, Nienke dan staff reservasi Wawan menjadwal ulang pemesanan.
Indy dipecat oleh Nick Hyam pada tahun 2021 karena menolak mengurus urusan pribadi di luar kapasitas pekerjaannya.
Pada tahun 2022, Indy membubarkan PT. Bali Genta Damai sesuai prosedur. Tahun berikutnya yakni tahun 2023, Indy menerima somasi dari kuasa hukum Nienke untuk pengembalian deposit. Indy menjelaskan bahwa ia tidak lagi bekerja di Bali Villas HVR dan menyarankan untuk menghubungi Kantor Bali Villas HVR yang masih beroperasi.
“Pertanyaannya kenapa baru setahun kemudian dilakukan somasi. Dan baru dilaporkan polisi pada November 2023. Laporan berasal dari Dumas seorang yang bernama Bayu Worodani, yang diduga juga tidak memiliki legal standing dengan perusahan yang bersangkutan,” ujarnya.
Pada 8 Juni 2023, Indy dipanggil untuk klarifikasi di Polresta Denpasar atas laporan Bayu Worodani. Ia menjelaskan bahwa uang deposit sudah dibayarkan kepada pemilik villa sesuai prosedur, dan pembatalan pemesanan harus mengikuti ketentuan yang disepakati. Pada Desember 2023, Indy dipanggil lagi sebagai saksi atas dugaan penggelapan, dan pada Maret 2024, ia ditetapkan sebagai tersangka. Indy mengajukan penangguhan penahanan dengan alasan sebagai single parent. Berkas kasus dinyatakan lengkap (P21) pada Juli 2024.
Indy merasa didiskriminasi dan mengkritik ketidakprofesionalan penyidik Polresta Denpasar, Aipda I Gusti Bagus Setiawan, yang tidak memanggil Nick Hyam atau menghadirkan pemilik villa Serenity dan Marika Sawah. Penyidik juga menolak mencantumkan nama Yunardi, accounting pada waktu itu, dalam BAP. Indy berharap Kepolisian Republik Indonesia bisa menjadi lembaga yang jujur dalam menegakkan hukum di Indonesia sesuai dengan slogan POLRI: Jujur, Transparan, dan Presisi.
Kepada Indy dikenakan dua pasal sekaligus. Namun itu juga menjadi pertanyaan. Pasal 374, penggelepan dalam jabatan. “Kalau pasal ini dipakai, maka legal standing pelapor juga dipertanyakan karena bukan bagian dari perusahaan. Karena yang melaporkan itu Nienke,” ujar Joao Meko.
Ada juga bukti lain yakni komunikasi atau chating pada 13 Februari 2021 dari pemilik PT yakni Nicholas John Hyam yang memecat Indy. Sebab Nicholas John Hyam adalah pemilik perusahaan yang sesungguhnya, dan Indy hanya seperti boneka saja.
Pasal lain ada pasal 372 yakni penggelapan. Ini juga dipertanyakan. Sebab uang dari customer masuk ke rekening PT dan ke pemilik PT yakni Nicholas John Hyam. Konfirmasi bookingan Bali Villas yang dijalankan oleh PT Genta Damai Bali. Baru itu terpenuhi unsur pasal 374 dan 372 juga. Dana apa yang digelapkan juga tidak diketahui. Sebab berdasarkan print rekening koran, dana yang disangkakan Rp 58 juta sekian dan sekian juta lain lagi ada masuk ke rekening perusahaan dan ada juga masuk ke rekening owner sebesar Rp 200 juta dan ada invoice pembayaran Rp 46 juta sekian.
Jadi menurut Joao Meko kasus ini aneh dan dipaksakan untuk mentersangkakan Indy. ***
Penulis – Sandra G.