Penulis – Sandra Gisela
DENPASAR, GLOBALONE.ID – Sepanjang November 2024, Tim Direktorat Reserse Siber (Ditressiber) Kepolisian Daerah (Polda) Bali berhasil mengungkap sepuluh kasus terkait judi online (judol), delapan di antaranya melibatkan perempuan selebgram lokal. Keseluruhan kasus tersebut mengenai iklan atau promosi situs judol yang dikendalikan oleh bandar jaringan luar negeri.
Kasus-kasus tersebut diungkap di berbagai daerah. Ada sekiranya 4 tersangka yang dijerat oleh Polda Bali, 1 tersangka oleh Polresta Denpasar, 1 tersangka diamankan oleh Polres Gianyar, 2 tersangka diringkus oleh Polres Bangli, 1 kasus oleh Polres Karangasem, dan 1 kasus oleh Polres Jembrana. Delapan perempuan yang berhasil ditangkap adalah NKAP (19), DALC (24), VP (23), NWSW (21), PJAP (21), NKSA (21), NPCW (19), dan NWRA (22), sementara dua pria lainnya adalah IKS (46) dan IWD (59).
“Sebagian besar situs judi online dari luar negeri, paling banyak dari Kamboja. Mereka dibayar setiap minggu dan digaji bervariasi. Ada Rp350.000 per minggu, ada juga yang jutaan. Semakin banyak followers mereka, semakin besar upah yang diterima,” ucap Direktur Ressiber Polda Bali, AKBP Ranefli Dian Candra, Selasa (10/12/2024).
Seluruh tersangka berasal dari jaringan yang berbeda, tetapi memiliki modus operandi yang sama, yakni mempromosikan situs judol di akun media sosial seperti Instagram, WhatsApp, dan Facebook. Mereka mencantumkan tautan bermuatan perjudian pada unggahan mereka. Sementara itu, para bandar akan menyamar menjadi salah satu pengikut di akun media sosial para tersangka.
Penyamaran tersebut, ungkap Dian, adalah untuk menjaring selebgram lokal dengan puluhan hingga ratusan ribu pengikut melalui pesan pribadi. Situs-situs tersebut dipasarkan dengan upah ratusan hingga jutaan per minggu. Sayangnya, para tersangka tidak mendapat komisi dari jumlah orang yang mengakses tautan mereka.
Polda Bali juga susah melacak jejak jaringan internasional tersebut, sebab mereka dominan menggunakan akun palsu dan rekening bodong. Setelah para tersangka ditangkap, jaringan itu langsung memutuskan kontak dengan tersangka agar tidak bisa dilacak.
“Jaringan server ada di luar negeri, di Kamboja, Filipina, dan Singapura. Kita (Ditressiber) sudah menelusuri, rata-rata mereka pakai rekening bodong atau milik orang lain,” kata Dian.
Seluruh tersangka memiliki motif ekonomi dalam menjalankan perilakunya. Mereka sadar bahwa tindakan mereka salah, tetapi terjerumus karena terdesak kebutuhan ekonomi. Beberapa di antara mereka pun baru mencoba promosi judol selama satu atau dua bulan.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dalam Pasal 45 ayat (3) juncto Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Pasal 303 KUHP tentang Perjudian. Ancamannya adalah pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda Rp10 miliar.***