DENPASAR, GLOBALONE.ID – Usai praktisi hukum yang juga Ketua Konsorsium Penegakan hukum Indonesia (KOPHI), Rudy Marjono SH, berpendapat soal tarif pembelian kartu perdana e – money Bandara Ngurah Rai Rp 50 ribu yang kemudian dipotong Rp 30ribu dan saldo Rp20 ribu yang menuai kecaman dari berbagai pihak, kini Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Bali pun angkat bicara.
Ketua YLKI Bali, Putu Armaya seperti dilansir Posbali.net pada 6 Pebruari 2025 mengatakan bahwa dalam pandangan YLKI pemotongan Rp30 ribu terhadap kartu perdana E-Money Bandara oleh Himpunan Perbankan Negara (Himbara) sangat merugikan konsumen atau pengguna.
“Jangan jangan konsumen tidak tahu. Hak konsumen itu diatur di pasal 4 UU No 8 Tahun 1999. Konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar dan jujur,” kata Putu Armaya.
Menurutnya, segala sesuatu harus diinformasikan termasuk pemotongan biaya tersebut.
“Kalau tanpa sosialisasi oleh bandara atau para pihak, justru disanalah letak pelanggarannya. Bandara Ngurah Rai harus bertanggung jawab. Kenapa tidak disosialisasikan dari dulu sejak pemberlakuan kartu. Konsumen jelas dirugikan,” ujarnya.
Mestinya bandara atau bank tersebut harus melakukan sosialisasi terlebih dahulu pemotongan itu. Jangan sampai pemotongan itu dilakukan diam diam tanpa sepengetahuan konsumen.
“Oleh karena itu aturannya harus dibenahi dulu. Bila perlu stop dulu kebijakan itu. Dalam pandangan yayasan lembaga konsumen pemotongan ini sangat tidak masuk akal. Sangat merugikan konsumen. Harus distop dulu kebijakan itu,” tegasnya.
Ia meminta pengguna atau konsumen yang jadi korban regulasi melapor dan YLKI Bali siap membantu pendampingan hukum.
“Kami mau somasi bandara dan bank – bank yang menerbitkan kartu itu. Karena membuat konsumen rugi. Bila perlu kita gugat kebijakan ini,” ujarnya.
Ia heran, tidak ada sosialisasi dan konfirmasi, langsung memotong biaya sebesar itu. Dengan pemotongan itu tentu merugikan konsumen atau pembeli.
“Pemotongan begitu besar. Mestinya dijelaskan komponen komponen apa saja yang dipotong. Pemotongan itu apa saja yang didapat konsumen atau pengguna. Kenyataannya tidak pernah dijelaskan. Kan aneh,” kritiknya.
Sementara sebelumnya, menanggapi pemberitaan yang beredar terkait penyediaan kartu uang elektronik sebagai alat pembayaran parkir kendaraan non tunai di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
“Kami sampaikan bahwa penjualan kartu uang elektronik (UNIK) kami sediakan untuk mendukung kelancaran operasional bandara utamanya yang berkaitan dengan pembayaran parkir,” kata General Manager Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Ahmad Syaugi Shahab dalam siaran persnya.
Bandara Ngurah Rai menjelaskan, bahwa per tanggal 1 November 2024 Bandara I Gusti Ngurah Rai memberlakukan pembayaran parkir secara non tunai.
Pembayaran parkir secara non tunai menggunakan kartu uang elektronik (UNIK), Qris maupun saldo e-wallet seperti gopay.
“Hal ini sejalan dengan program pemerintah yakni Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang sudah berlaku secara umum seperti pembayaran di gerbang toll atau parkir kendaraan di mall,” katanya.
Penyediaan kartu didukung oleh 4 (empat) bank yakni Mandiri (e-money), BNI (tapcash), BRI (Brizzi), dan BCA (Flazz) yang bertujuan untuk memfasilitasi pengguna jasa yang tidak memiliki kartu UNIK dapat membeli di pintu masuk kendaraan.
Namun seperti dijelaskan sebelumnya, selain menggunakan kartu UNIK, pembayaran juga dapat dilakukan melalui QR code atau e-wallet.
Penjualan kartu juga telah dilakukan sesuai ketentuan perbankan dimana pada website masing-masing bank telah dipublikasikan harga masing-masing kartu UNIK berkisar antara Rp 27.500 dan Rp 30.000 per kartu.
Penjualan kartu UNIK di bandara juga sudah terisi saldo Rp 20.000 pada masing-masing kartu.
Sehingga harga jual kartu perdana terdiri dari harga pembelian kartu dan saldo dengan harga jual sebesar Rp 50.000. ***ac