Pameran “Tribute to I Dewa Putu Sena”, Warisan Flora-Fauna Sang Maestro Hidup Kembali di ARMA Ubud

Wamen Kebudayaan Giring Ganesha saat kunjungi pameran Tribute to I Dewa Putu Sena” , Warisan Flora-Fauna Sang Maestro Hidup kembali di ARMA Ubud.

GIANYAR – Sebuah penghormatan hangat untuk maestro seni rupa Bali, I Dewa Putu Sena (1943–2024), resmi dibuka di ARMA Museum, Ubud. Pameran bertajuk “Tribute to I Dewa Putu Sena” ini memamerkan 22 karya pilihan yang memukau—menyajikan keindahan flora-fauna dalam gaya khas Pengosekan yang telah menjadi ciri khas almarhum sejak era 1970-an.

Diresmikan langsung oleh pendiri ARMA, Anak Agung Gde Rai, pameran ini tak hanya menjadi ruang nostalgia, tapi juga ruang edukasi dan inspirasi bagi generasi muda. Dalam suasana haru, pengunjung disuguhkan karya-karya yang menampilkan teknik tradisional seperti ngorten, nyelah, hingga nyenter—simfoni warna dan detail yang menunjukkan dedikasi Dewa Putu Sena terhadap alam dan budaya Bali.

“Beliau bukan hanya pelukis, tapi juga musisi kerawitan, guru, dan inovator. Karyanya menjembatani tradisi dan dunia internasional,” ujar Agung Gde Rai. Ia juga mengenang interaksi I Dewa Putu Sena dengan kolektor asing seperti Alexander Goetz sebagai pemantik semangat seni Bali ke panggung global.

Kekaguman serupa juga datang dari Wakil Menteri Kebudayaan RI, Giring Ganesha, yang menyempatkan diri berkunjung sehari sebelum pembukaan. Ia menyebut karya sang maestro sebagai “warisan visual yang memperkuat citra Bali di mata dunia.”

Pameran ini dikurasi oleh I Made Susanta Dwitanaya dan akan berlangsung hingga 20 Agustus 2025.
Direktur ARMA Museum, Agung Yudi, menyebut pameran ini sebagai bagian dari tanggung jawab generasi muda dalam merawat warisan seni Pengosekan. “Pak Sena adalah fondasi. Gaya dan tekniknya membentuk karakter seni lukis Pengosekan yang hari ini dikenal dunia,” kata Yudi.

Lahir di Pengosekan, Ubud, I Dewa Putu Sena dikenal sebagai pelopor gaya lukisan flora-fauna yang lembut namun detail. Karyanya pernah tampil di Museum Fukuoka, Jepang, dan dikenal luas di Eropa melalui jejaring kolektor.
Pameran ini terbuka untuk umum dan menjadi ajakan untuk menelusuri kembali jejak estetik dan spiritual seorang seniman Bali yang teguh pada akar namun berani bereksperimen. Sebuah penghormatan, sekaligus penanda bahwa warisan seni Dewa Putu Sena akan terus hidup—melalui kanvas, warna, dan ingatan. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *