Saat Pandemi Covid-19 Mengubah Wajah Pariwisata Bali

BALI, pulau yang selama ini dikenal sebagai jantung pariwisata Indonesia, mendadak berubah wajah ketika pandemi Covid-19 melanda pada awal 2020. Bandara I Gusti Ngurah Rai yang biasanya ramai wisatawan asing, tiba-tiba sepi. Jalan-jalan yang dulu dipadati kendaraan pariwisata berubah lengang, sementara hotel dan restoran yang sebelumnya penuh tamu terpaksa menutup pintu.

BACA JUGA: Cerita di Balik Bom Bali: Krisis Pertama yang Menempa Karier Fransiska Handoko

Sejak pemerintah menerapkan pembatasan perjalanan internasional, roda ekonomi Bali yang sangat bergantung pada sektor pariwisata terpukul hebat. Lebih dari 50 persen perekonomian Bali bersumber dari pariwisata dan sektor turunannya.

Ketika wisatawan tidak bisa datang, efek domino pun terjadi: hotel kehilangan tamu, restoran berhenti beroperasi, sopir transportasi pariwisata kehilangan penumpang, hingga pedagang kecil yang biasanya mengandalkan keramaian turis ikut terpuruk.

Pemerintah daerah bersama komunitas lokal pun mendorong gerakan back to village sebagai cara bertahan hidup.

Masa pandemi menjadi ujian berat bagi Bali. Ekonomi anjlok, angka kemiskinan meningkat, dan kesenjangan sosial semakin terasa. Namun di balik krisis itu, muncul pula pelajaran tentang ketahanan dan kreativitas. Pariwisata yang sebelumnya bertumpu pada wisata massal mulai diarahkan pada konsep yang lebih berkelanjutan dan berkualitas.

Bagi para pelaku pariwisata, pandemi juga meninggalkan catatan penting. Salah satunya adalah Fransiska Handoko, yang saat itu menjabat sebagai General Manager Risata Bali Resort and Spa.

Seperti halnya ketika melewati masa-masa sulit pasca Bom Bali, pandemi Covid-19 menjadi pengalaman berharga baginya untuk terus beradaptasi, bertahan, dan mencari terobosan di tengah keterpurukan industri. **

Penulis: Karolina, Editor: Igo Kleden

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *