KUPANG, GLOBALONE.ID – Melki Laka Lena atau MLL mengalami lonjakan sangat signifikan dalam dua bulan terakhir. Itulah potret dua lembaga survei: Charta Politika dan IndekStat pada rentang waktu berbeda, yang menegaskan bahwa MLL jauh mengungguli cagub yang lainnya.
Cermati fakta rilisnya. Sebelum mendaftar di PAN, Demokrat, PKB dan PSI pekan ketiga Mei lalu, elektabilitas MLL masi3h di 38,4%. Kini atau dua bulan setelahnya bertengger di posisi 49,1 %, atau mengalami kenaikan 10,7%.
Diketahui, Charta Politika melakukan survei pada 2-11 Mei 2024 dan IndekStat pada periode 1-10 Juli 2024. Capaian terakhir MLL hingga bertengger di posisi 49,1 % itu terlihat melalui simulasi coblosan secara tertutup atas tiga nama cagub.
Tiga Figur
Pengamat politik dari Universitas Muhammadyah Kupang, Dr. Ahmad Atang menyebut, setidaknya ada tiga figur yang maju pada pilkada provinsi NTT pada 27 November 2024. “Ada Melki Laka Lena dari Golkar, Ansy Lema dari PDI Perjuangan dan Simon Petrus Kamlasi dari Partai Nasdem. Hingga kini belum muncul figur baru, walaupun masih ada nama-nama, seperti Johni Asadoma, Orias Moedak dan Frans Aba, namun mengalami kesulitan pintu partai,” sebut Dr. Ahmad Atang seperti dilansir SelatanIndonesia.com, Jumat (19/7/2024).
Dikatakan Dr. Ahmad Atang, munculnya tiga nama tersebut telah memicu hadirnya lembaga survey untuk mengukur tingkat popularitas dan elektabilitas masing-masing figur. “Maka figur Melki Laka Lena masih relatif unggul dibandingkan Ansy Lema dan Simon Petrus Kamlasi,” tegasnya
Kendati demikian, posisi Melki Laka Lena dan Ansy Lema tidak terpaut jauh. Itu pasalnya, dapat dikatakan bahwa panggung politik pilkada NTT hari-hari ini ke depan masih menjadi milik Melki Laka Lena dan bisa juga Ansy Lema.
“Sungguhpun begitu, survey ini masih membidik figur calon gubernur. Situasi ini sangat mungkin akan berubah jika masing-masing sudah memiliki pasangan calon dengan wakil gubenur. Calon wakil gubernur ikut menentukan posisi hasil survey. Oleh karena itu, boleh jadi saat ini Melki Laka Lena masih tertinggi, namun tidak ada yang menjamin jika posisi akan bertahan jika sudah memiliki wakil. Semua masih bersifat tentative,” sebutnya.
Menurut dia, pilihan wakil akan mempengaruhi persepsi publik terhadap pasangan calon. “Popularitas dan elektabilitas figur cagub bisa anjlok jika salah memilih. Dan sebaliknya, pilihan wakil juga dapat menaikan popularitas dan elektabilitas pasangan calon. Maka kita akan saksikan ke depan dinamika ini dengan hadirnya calon wakil,” jelas Ahmad Atang.
Cawagub Untuk Melki Laka Lena Harus Pertimbangkan Basis Politik dan Sosiologis
Sebelumnya, Dr. Ahmad Atang, memberi pencerahan menarik soal siapa calon wagub, yang akan disandingkan dengan Cagub Golkar Melkiades Laka Lena. Dia berpendapat, calon wagub yang layak untuk Melki harus benar-benar mempertimbangkan basis politik dan basis sosiologis.
“Dari tiga nama yang beredar dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), maka partai koalisi harus bisa memastikan satu diantara tiga nama itu untuk mendampingi Melki Laka Lena, dengan mempertimbangkan dua hal, yakni basis politik dan sosiologis karena calon wakil harus mampu mendorong profit elektoral bagi paslon ini,” tegas Dr Ahmad Atang.
Wakil Rektor ini menjelaskan, dinamika Pilgub NTT mulai menunjukan kejelasan figur, walaupun masih minus, baik partai koalisi maupun figur wakil. PDIP telah resmi menetapkan Ansy Lema, namun belum memiliki figur wakil maupun partai koalisi. Sedangkan Nasdem sudah memiliki Paslon, yakni Petrus Simon Kamlasi sebagai cagub dan Andreas Garu sebagai cawagub. Namun belum memiliki partai koalisi.
Nah, “Partai Golkar telah menetapkan Melki Laka Lena sebagai cagub dan secara politik telah memiliki partai koalisi namun belum punya calon wakil,” katanya.
Menurut dia, Partai Golkar telah membangun komunikasi politik dengan partai Koalisi Indonesia Maju, seperti PAN, Demokrat, PSI, Gerindra dan mungkin juga PKB, agar format koalisi Pilpres dapat diadopsi untuk Pilgub di NTT plus PKB.
Dengan demikian, sebut dia, Melki Laka Lena sebagai calon gubernur dari Partai Golkar membuka ruang untuk partai koalisi mengajukan calon wakil. Karena itu, telah muncul tiga nama, yakni Gabriel Beri Bina dan Anita Mahenu dari Gerindra, juga ibu Jane Natalia dari PSI.
Dalam analisis Dr. Ahmad Atang, pilihan wakil ini lebih untuk mengamankan KIM di Pilgub ini, sehingga lebih pada pertimbangan politik dibandingkan pertimbangan sosiologis. Walaupun diakui bahwa politik lokal selalu berbasis sosiologis karena tuntutan demokrasi partisipasi daripada demokrasi representasi.
Secara sosiologis, jelas dia, ketiga calon wagub ini, yang memiliki basis politik dan sosiologis adalah Gabriel Beri Bina dan Natalia Mahenu, sedangkan Jane Natalia hanya memiliki basis politik, namun kurang memiliki basis sosiologis.
“Maka partai koalisi harus bisa memastikan satu diantara tiga untuk mendampingi Melki Laka Lena dengan mempertimbangkan dua hal, yakni basis politik dan sosiologis karena calon wakil harus mampu mendorong profit elektoral bagi Paslon ini,” tegasnya lagi.
Dr. Atang juga mengingatkan, figur-figur yang berhasrat untuk memimpin NTT lima tahun ke depan, yang akan bertarung pada Pilkada 27 November nanti, dan siapapun yang menang menjadi gubernur, akan menghadapi problem yang belum terselesaikan oleh pemimpin sebelumnya.
Problem itu diantaranya, sebut dia, pertama, ruang fiskal sangat terbatas karena beban utang pinjaman daerah yang harus dibayar hingga 2028. “Itu artinya, selama empat tahun kepemimpinan gubernur, Pemda harus seleksi program kegiatan di tengah keterbatasan anggaran,” ujarnya.
Kedua, problem stunting karena NTT memiliki angka stunting tertinggi, yang hingga kini belum secara masif diatasi. Ketiga adalah persoalan kemiskinan ekstrem yang hampir merata di semua kabupaten/kota di NTT.
“Maka harus ada langkah yang sama antara pemprov dan pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian, siapapun kepala daerah mendatang akan menghadapi tiga hal ini secara bersamaan,” kata Dr. Ahmad Atang. ***
Penulis – Jofan/LLT