BALI, GLOBALONE.ID – Indonesia didaulat menjadi tuan rumah penyelenggaraan 3rd Senior Officials’ Meeting of the Central Authorities on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (3rd SOM-MLAT) dan 9th ASEAN Senior Law Officials’ Meeting on ASEAN Extradition Treaty (9th ASLOM WG on AET) di Bali yang digelar secara back-to-back pada t 29 April hingga 3 Mei mendatang.
Forum tersebut diadakan secara rutin oleh pejabat tinggi negara-negara anggoa ASEAN guna mendukung dan memperkuat segala bentuk upaya dalam memerangi kejahatan dan tantangan lintas batas dengan meningkatkan kerja sama penegakan dan bantuan hukum timbal balik dalam hal-hal pidana seperti dalam bentuk Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Treaty (MLA Treaty). Tujuannya adalah sebagai respons terhadap kebutuhan untuk meningkatkan efektivitas bantuan hukum dan mengatur proses bantuan hukum timbal balik, mengingat adanya perbedaan sistem hukum dan persyaratan prosedural negara-negara anggota.
Menurut Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Cahyo R. Muzhar, MLA Treaty merupakan instrumen hukum yang krusial bagi negara-negara anggota ASEAN untuk memperkuat upaya dan kapasitas pelaksanaan kerja sama hukum lintas negara dalam memerangi tindak pidana yang membutuhkan keterlibatan atau bantuan dari otoritas di negara ASEAN lainnya. Selain itu, MLA Treaty juga digunakan sebagai alat untuk membantu proses pengumpulan bukti atau melakukan perampasan aset atas tindak pidana transnasional di bidang keuangan, seperti korupsi dan pencucian uang.
Setelah melaksanakan pertemuan secara dua hari berturut, 3rd SOM-MLAT yang ada di bawah kepemimpinan Indonesia berhasil mencapai kesepakatan untuk Draft Guidelines of Accession of non-ASEAN Member States to the ASEAN MLAT dan instrumen aksesinya. Draft Guidelines ini merupakan kunci untuk membuka peluang negara-negara non-AMS untuk menjadi negara pihak dalam perjanjian MLA se-ASEAN, serta memperluas kerangka kerja sama hukum melalui mekanisme MLA ke negara-negara mitra strategis di luar ASEAN.
“Negara-negara ASEAN tidak hanya ingin treaty dimenangkan negara ASEAN, tetapi juga membuka kesempatan bagi anggota di luar ASEAN. Negara lain yang meminta untuk menjadi anggota dari treaty ASEAN ini bisa menggunakan treaty ini untuk kepentingan penegakan hukum,” ujar Cahyo pada Press Conference, Selasa (30/04).
Cahyo juga mengungkapkan bahwa pertemuan tersebut juga mendorong negara-negara ASEAN untuk menyetujui model template pengajuan permintaan MLA se-ASEAN. Template permintaan MLA tersebut digunakan untuk memotong proses administrasi dan persyaratan yang rumit, menjembatani kebutuhan informasi-informasi spesifik dalam pemenuhan suatu permintaan MLA, dan mempercepat penanganan permintaan MLA antara negara-negara ASEAN.
“Selama ini masing-masing negara punya template-nya tersendiri. Dengan adanya satu template tersendiri, permintaan bantuan timbal balik bisa lebih mudah. Template ini semacam checklist dan semua negara bisa merespons template tersebut,” pungkas Cahyo.
Selanjutnya, negara-negara ASEAN diharapkan dapat memetakan negara prioritas yang diharapkan dapat mempunyai perjanjian bilateral di bidang hukum dengan negara ASEAN, serta mendorongnya untuk mengaksesi ASEAN MLAT, serta menggunakan model template dalam mengajukan permintaan MLA antar-negara ASEAN.
Sementara itu, 9th ASLOM WG on AET baru akan dimulai pada tanggal 1 Mei 2024 dan berakhir di tanggal 3 Mei 2024. Harapannya, perjanjian ekstradisi se-ASEAN bisa dirampungkan tahun ini, sehingga menjadi kerangka hukum dan landasan bagi negara-negara ASEAN.
“Besok akan ada perundingan perjanjian ekstradisi ASEAN putaran kesembilan. Kita berhasil secara bersama-sama menyepakati 11 pasal, tetapi masih ada sisa 28 pasal. Terdapat perbedaan sistem hukum, perbedaan hukum acara pidana dari masing-masing negara, dan masih panjang. Namun, kita optimis perjanjian ekstradisi ASEAN ini bisa kita selesaikan,” ungkap Cahyo.***
Penulis – Sandra Gisela